26 Aug 2013
Beberapa
hari kemudian setelah Yuni sembuh, ada satu hal yang luar biasa bagi Eril.
“kak
tunggu..” panggil yuni ketika eril mau masuk sekretariat osis, yang merupakan
tempat belajar bahasa arab.
“tumben..”
kata Eril sembari melepas senyum manisnya
“aku
hanya mau bilang, aku sangat mencitai kakak, dari nuraniku. Jaga adek ya, aku
percaya kok sama kakak”
Rasa
senang yang tidak pernah sebahagia itu Eril rasakan malam itu. Dunia terasa
milik berdua. Yang lain Cuma ngontrak. Kebahagiaan yang tiada tara. Ia
berkeinginan kuat memiliki Yuni. ia berharap akhwat ini tidak akan berpindah
hati selamanya, mengiringi setiap langkah perjuangannya, memotifasi ikhtiarnya,
dan selalu menjaga perasaannya. Tak terasa ia telah menatap Yuni lebih dari 3
menit, hayalannya melaju kencang menatap masa depan. Ia membayangkan bagaimana
rasanya satu rumah dengannya. Sembari duduk bersama di teras, berpegangan
tangan dan tertawa bersama layaknya kekasih halal. Ditengah lamunannya, ia tak
sadar dipergokin teman-temannya sedang bertatapan.
“hem...hem...”
Kata
zaki, sahip, dan yang lain seolah bersamaan bernada mengejek.
Spontanitas
terucap dari mulut Eril
“
Assalamu’alaikum dik...ilalliqo’ “
Ia
melangkah cepat meninggalkan Yuni. malu bercampur bahagia membalut hatinya. Ia berjalan
setengah berlari tak beraturan, dan sesekali berjingkrak sambil tersenyum, dan
sesekali melompat kecil tanda bahagia.
Bagian
Kedua
Cobaan Cinta
Semakin
lama mereka saling mencitai. Kini yuni kelas dua. Umur Eril 20 tahun. Seiring
dengan bertambahnya umur, pola fikir pun bertambah. Kini dia ingin peergi ke
mesir walaupun uang sepeserpun tidak ada. Akhirnya ia memutuskan untuk pergi
merantau ke kalimantan untuk mengumpulkan uang, berharap dengan uang itu ia bisa
berangkat sekolah dari sana.
“
dik...kakak minta maaf yang sebesar-besar nya jika selama kita saling mengenal,
adik pernah tersingung dengan kata atau sikap kakak” ucap Eril dari hanphon
“
memang kenapa kak, kayak orang mau pergi
jauh aja”
“
iya dik, kakak mau pergi jauh. Tapi kakak akan kembali lagi untuk adik”
Sangat
berat rasanya meninggalkan orang yang sangat dicintai. Cinta yang sudah sekian
lama dibangun dan terhias indah kini akan ditinggal. Hubungan yang sudah
berbunga mekar kini tidak akan dirasakan lagi.
Hal
yang sama juga dirasakan Yuni, terlebih lagi saat detik-detik terakhir
pepisahan dengan Eril, di pintu gerbang utama pondok pesantren. Bagi Eril walaupun
tas yang dibawanya begitu berat, berisikan makanan untuk bekalnya di perjalanan
dan pakaian yang banyak, namun beban perasaanya dirasakan sepuluh kali lebih
berat dari tasnya. Ingin rasanya waktu itu diperpanjang. Saat kedua mata saling
menatap, berubah warna menjdai merah. sembari membendung air yang hendak
menghujani pipi. Semakin jauh raga eril dari tempat kaki yuni berpijak, ia
semakin sedih, pilu, dan khwatir jadi satu. Ia takut dihianati karena tidak
saling melihat, walaupun mereka telah berjanji untuk saling menjaga hati,
supaya tika ada orang lain yang bisa masuk. Bayangan Yuni pun akhirya lenyap di
antara kendaraan yang lalu lalang. Air mata tidak dapat dibendung lagi. Bagai
orang yang ditinggal mati, berlinang air mata. Baik Eril maupun Yuni.
Saat
tiba di bandara, di ruang tunnggu, Eril masih terbayang wajah Yuni. Saat
bersama belajar bahasa arab, saat duduk bersama di rumah Yuni, makan, dan
bercanda bersama. Terlebih lagi saat ia menangis gara-gara dikerjain Yuni. terekam
jelas kejadian saat itu di memorinya, saat itu yuni pingin berhenti pindah
sekolah karena kasian dengan orang tuanya yang tidak mampu membiayainya lagi.
Eril sangat tidak setuju dengan hal itu. Kemudian ia berusaha membujuk kedua
orang tuanya supaya ia jangan dipindahkan, bahkan Eril sanggup membantu orang
tua Yuni. Akan tetapi sengaja waktu itu ia tidak masuk sekolah, diam di asrama.
Eril yang mengetahuinya tidak sekolah akhirnya mencarinya ke asrama putri,
dengan maksud ingin membujuknya supaya tetap sekolah di pesatren. Sampai di
asrama yuni tidak ada. Keterangan dari temannya, yuni pegi ziarah kubur, tempat
tersebut sekitar empat ratus meter dari asrama puteri. Dengan langkah cepat ia pun
segera mencarinya, namun ia tidak menemukannya. Akhirna iapun berkesimpulan
bahwa Yuni telah pulang. tidak tinggal diam, ia segera berlari menuju pangkalan
ojek. Pengojek pun memberikan keterangan bahwa ia melihat orang yang dicari Eril
telah naik mobil dengan membawa banyak barang. Sekujur tubuh Eril akhirnya
lemas, terasa berjalan pulang ke asrama tanpa tulang. Karena dia juga tahu
kalu Yuni tidak tau jalan pulang. air mata pun menetesi pipi, dan merasa tidak
akan bisa bertenu lagi, apalagi saat itu ia belum pernah ke rumahnya Yuni. Sampai di asrama barulah perasaan itu
terobati saat ia mendengar kalu Yuni di asrama. *****
BERSAMBUG