15 Apr 2013
Laki-laki yang akrab disapa Pak UU ini bekerja di konfeksi Yayasan
Attohiriyah Alfadiliyah (YATOFA) Bodak, desa Montong Terep, Kecamatan Praya,
Lombok Tengah, NTB. Ayah dari seorang anak ini menginjakkan kaki di Bodak semenjak
tahun 2005. Ia berasal dari tasikmalaya. Bersama istri dan anak tercinta, ia
hidup di lombok dari hasil jahit dan bordir.
Selain di konveksi, ia juga mengajar
jahit dan bordir di beberapa tempat, bahkan sampai ke LOTIM.
Ia berada di lombok adalah untuk misi usaha, karena ingin mendapatkan hasil
yang lebih banyak. ia berani meninggalkan keluarganya di Tasik. Di jawa, omzet
dari usaha bordirnya mencapai 12 juta perbulan. Usaha yang telah dirintis dalam
jangka yang begitu lama itu ditiggalkan karena ingin hasil yang lebih besar.
Misinya itulah yang mengantarnya ke Bodak. Ketika wartawan berkunjung ke tempat
kerjanya, selain menceritakan kisah hidupnya, ia juga banyak berpesan untuk
para pemuda yang belum berumah tangga, “ semua orang yang sehat akalnya pasti ingin
nikah dan punya anak, dan semua itu butuh persiapan yang banyak, supaya setelah
menikah mereka tidak susah cari nafkah untuk istri dan anaknya, hal ini tidaklah
mudah. Contoh saja, saya sendiri. Harga makan sekeluarga dan belanja anak
sekolah untuk satu hari, biasanya lima puluh ribu, belum harga kebutuhan yang
lain” paparnya.
Menurutnya, banyaknya pencuri di Lombok disebabkan masyarakat
yang kurang skill. “mereka waktu mudanya terlalu banyak menyia-nyiakan waktu,
malas belajar, malas kursus. Kalo hanya sekolah yang diandalkan, saya yakin
mereka tidak akan cukup. Apalagi bercita-cita jadi guru, tanpa ada keahlian
yang lain, kita kesulitan cari uang” beber Pak UU kepada wartawan. Pengusaha
bordir ini juga memaparkan bagaimana kiat-kiat hidup agar tidak sulit cari
uang. “ jangan pernah canggung apalagi malas dalam bergaul, jangan pernah
melihat kulit, bendera, keturunan ataupun organisasi. Bergaullah dengan semua
orang. Semakin banyak teman kita, peluang untuk usaha itu lebih banyak. Tapi
ingat, kalau silaturrahmi ke temannya, jangan pernah bicarakan hal-hal yang
sia-sia. Usahakan pembicaraannya itu berorientasi ke usaha, usaha apa saja,
yang penting halal.
Contoh paling kecil, saya ketika masih di jawa, sering
main-main ke pasar. Suatu hari ngeliat kayu di jual, saya tanya penjualnya,
berapa ia beli. Setelah itu saya pergi ke rumah teman di perkampungan, cari tau
berapa harga kayu, sambil mempererat tali silaturrahmi. Di pasar satu meter 30
ribu, di teman saya hanya 5 ribu, saya telephon teman saya yang punya mobil
truk. Hari itu saya untung besar, bersih masuk kantung satu juta setengah.
Itupun tanpa modal. teman saya yang
punya kayu, dan yang punya mobil saya bayar setelah kayunya laku terjual”.
Menurutnya dalam teori usaha, Dengan siapapun kita bergaul, harus ada misi
usaha. Ia juga mengatakan bahwa paling tidak kita puya tiga keahlian.(Syahri)