14 May 2013


 Untuk yang ke tiga kalinya ia mengirim surat. Berharap kali ini suatnya terbalas.
“ janganka sepuluh kali, seratus kali Yuni tidak membalasnnya, aku takan perah menyerah.” Gumamnya sambil merangkai kata
  Saat yang ditunggupun tiba, suratnya terbalas. Namun raut mukanya belum basah. Garis besar horizontal di keningnya seakan-akan ada tulisa di atas garis itu 'galau', matanya menatap surat dari yuni penuh tanda tanya. Tatapan ketidak puasan nampak dari matanya. Matanya yang sipit mulai membesar. Keheningan malam menambah herannya Eril dengan isi surat Yuni. Malam telah larut, jam dinding menunjukkan pukul 02.00 , mata Eril masih menatap surat. Ia belum mampu memejamkan mata.  Sesekali ia keluar melihat bintang-bintang  yang bertaburan dilangit yang cerah. Nampak di sebelah timur bintang kejora yang dikellingi bintan-bintang lain. Namun bayangn wajah yuni tidak bisa dikalahkan bintang-bintang dan keindahan alam malam itu di benak Eril. “ inikah cinta?” gumam Eril. “Andaikan cinta bisa dibeli, aku akan membeli cintatanya walau berapapun harganya” .
 “Yun... apakah kau mendengarku? Angin....sampaikan salamku untuknya, aku ingin memilikinya. Aku mencintainya”
Eril adalah anak miskin yang bercita-cita tinggi. Kalau ada yang menanyakan cita-cita, biasanya ia menjawab “ aku ingin jadi penulis dan guru yang bisa mengajarkan semua bidang ilmu”. Pemuda umur 19 tahun itu memang pemuda miskin. Rumahnya saja terbuat dari bambu. Tanah tidak punya, kakak tifak ada, bapak dan ibunya seorang buruh tani.  Dia nyantri di praya, di sebuah podok pesantren salaf, AL-AMIN namanya. semenjak SMP sampai sekarang. Semenjak SD rangkingnya tidak perah turun dari angka satu. Setelah tamat mengaji di level Mutawassithah, pengurus pesantren langsung merekrutnya menjadi guru. Selain mengajar kitab matan jurumiyah, ia juga sebagai TU di level Awaliyah. Frofesi barunya itu mengajarkannya untuk membuang sifat jeleknya.  Ia adalah pemuda yang sangat  pemalu. Kalau ketemu cewek. Mukanya pasti langsung memerah. Aka tetapi setelah direkrut, ia tumbuh menjadi pemuda yang bermental baja. Frofesi barnya itu jugalah yang membuat pembina osis madrasah Aliyah di pesantren tersebt mempercayakannya sebagai koordinator kelompok belajar bahasa arab. Bisa dikatakan pekerjaan barunya itulah yang mempertemukannya dengan muslimah cantik itu. Wajahnya tampan, otaknya pintar, dan pekertinya baik.
Mahyuni , dipanggil yuni. Cewek cantik berbadan sedang, berkulit putih, hidung mancung, bermata sipit, manis, rajin dan berakhlak mulia. Karena rajinnya, ia ikut bergabung dalam kelompok belajar bahasa arab, meskipun masih sebagai siswi baru madrasah Aliyah. Ia tinggal di asrama putri, ruang  sepuluh. Hana berjarak tembok dengan pondok teman eril, mas’ud namanya.
Malam itu Eril mencari ide, bagaimana caranya bisa komunikasi dengan Yuni. Dengan batuan Mas’ud, ia mulai menulis surat lalu dikirimnya lewat pentilasi di tembok pondoknya. Tembok yang menjadi jarak antara kamar Mas’ud dan kamar Yuni “ untung  ada pentilasi ini Ut” gumamnya. Namun sangat disayangkan, lagi-lagi suratnya tidak dibalas. Kalau saja ia tidak malu sama temannya. Pasti air matanya menetes. 
Keesokan harinya, ia tidak kehabisan akal, dengan bantuan handphon pengasuhnya,
“bagaimana kabarnya dik...”
“Sehat. Ada yag bisa saya bantu kak? O ya kakak sehat? Maaf ya aku malu untuk nulis surat, sehingga suratnya sring tidak dibalas.”
“ nggak ada dik” jawab Eril ragu, karena tidak tau mau jawab pertanyaan yang mana.
“kenapa diam???” lanjut Yuni  setelah beberapa lama Eril terdiam membisu.
“ begini dik, sebenarnya kakak ingin adik bersedia jadi pacar kakak. Pinginnya kakak dijawab sekarang . kakak tidak mau diganntung-gantung” kata Eril pura-pura jadi lelaki tangguh. BERSAMBUNG(Syahril)

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

Welcome to My Blog

Statistik

Copyright 2010 TBM Al-hikmah. Powered by Blogger.

Mengenai Saya

My photo
Bersama Membangun Bangsa

- Copyright © TBM Al-Hikmah -Robotic Notes- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -